gravatar

Penyetaraan Pendidikan di Indonesia


Dari data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan Nasional pada tahun 2010, tercatat kurang lebih 1.496.721 guru di Indonesia yang harus menjalani penyesuaian pendidikan, dan jumlah itu bisa bertambah saat ini. Terutama karena mereka belum berstatus Sarjana Strata 1. 

Jumlah tersebut adalah 51% dari jumlah total keseluruhan guru yang ada di Indonesia.  Dari jumlah tersebut kurang lebih 1.210.000 di antaranya adalah mereka yang sebenarnya sudah memiliki pengalaman mengajar lebih dari lima tahun.
Konsep penyetaraan strata akademis memang perlu dilakukan, namun dengan cara mengikutkan guru pada jenjang perkuliahan regular menurut saya) sungguh tidak praktis dan merugikan banyak pihak.

Sebagai gambaran, guru yang sudah memiliki pengalaman mengajar lebih 5 (lima) tahun, sudah semestinya memiliki pengetahuan mengajar sebanding atau bahkan lebih dengan guru baru yang memiliki gelar sarjana, sehingga dirasa mubazir bila mereka juga harus mengikuti perkuliahan yang regular, karena sebagian besar ilmu yang akan mereka dapat adalah materi yang sudah mereka miliki.

Pak Sarjono, seorang guru SD saat ini berusia 46 tahun, terpaksa mengikuti penyetaraan dan ikut kuliah regular pada sebuah universitas yang memang ditunjuk. Jenjang yang harus ditempuh  pak Sarjono memang mulai dari penyetaraan D2 yang telah ia jalankan sebelumnya. Bila memang mulus jalan kuliahnya, ia akan mendapat gelar kesarjanaannya ketika ia berusia 49 tahun, padahal ia akan harus mulai bebas tugas ketika ia berusia 54 tahun nantinya.  Itu berarti strata kesarjanaan pak Sarjono hanya dibutuhkan secara efektif selama 3 sampai 4 tahun masa kerjanya saja.

Bila secara kasar setiap guru tersebut bertanggung jawab terhadap masing-masing 30 (tigapuluh) murid saja maka, sejumlah 36.300.000 (tigapuluh enam juta tigaratus ribu) siswa Indonesia sungguh dirugikan dengan program penyetaraan ini setiap tahunnya, karena dalam kenyataannya, guru-guru yang mengikuti penyetaraan ini fokus perhatiannya menjadi terbelah, antara harus konsentrasi pada kuliah dan tugas mengajarnya. Walau memang mereka melakukan kegiatan perkuliahan pada waktu di luar jam kerja, tetapi tetap saja hal tersebut mengganggu konsentrasi tugas mengajarnya.

Agar program penyetaraan ini tidak cenderung  dirasakan oleh banyak pihak sebagai proyek penghabisan anggaran yang tidak sangat efektif bagi kemajuan pendidikan di Indonesia, maka memang perlu kiranya pemerintah merubah konsep penyetaraan ini dengan modul yang lebih praktis misalnya dengan sertifikasi penyesuaian golongan dan jabatan misalnya, sehingga mereka tidak terlalu banyak beban pemikiran

Thank you for nice information

Visit Us!
https://uhamka.ac.id

Postingan Populer